KURIKULUM BERBASIS PENGALAMAN DAN PEMBIASAAN

Kurikulum yang sebagian besar berlaku di Indonesia saat ini adalah kurikulum tahun 2013 dan beberapa kurikulum tahun 2006. Hampir setiap minimal 5 tahun sekali, sering terjadi perubahan demi perubahan untuk membenahi kurikulum di Indonesia. Yang saya rasakan, kurikulum demi kurikulum ini secara tidak langsung menuntut peserta didik untuk berhasil secara nilai (kognitif) pada masing-masing pelajaran yang ditempuhnya.

 

Sebelum membahas tentang kurikulum berbasis pengalaman, saya coba menguraikan tentang sesuatu hal yang mendasari kurikulum tersebut, yaitu hidden curriculum. Menurut beberapa ahli pendidikan “hidden curriculum” atau kurikulum yang tersembunyi adalah istilah untuk digunakan untuk menggambarkan aturan-aturan sosial yang tidak tertulis dan harapan perilaku yang kita semua tampaknya tahu, tapi tidak pernah diajarkan (Bieber, 1994). Anak-anak tampaknya tahu bahwa jika mengganggu temannya di kelas , anak itu akan mendapatkan kesulitan. Atau misalnya siswa juga tahu bahwa bukanlah perilaku yang bagus untuk bercanda lelucon di dalam jam pelajaran. Keberadaan kurikuilum tersembunyi ini tidak direncanakan, tidak di programkan dan tidak di rancang tetapi mempunyai pengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap output dari proses belajar mengajar. Sebagai contoh hal-hal yang berhubungan dengan moral seperti sikap dan tingkah laku, penampilan profesional, kemampuan individual, dan apa saja yang melekat pada pribadi sang guru, akan diterima oleh peserta didiknya sebagai rambu-rambu untuk diteladani atau dijadikan bahan pembelajaran. Anak-anak tampaknya tahu bahwa jika mengganggu temannya di kelas , anak itu akan mendapatkan kesulitan. Atau misalnya siswa juga tahu bahwa bukanlah perilaku yang bagus untuk bercanda lelucon di dalam jam pelajaran. Tidak ada yang pernah menjelaskan hal-hal ini kepada mereka, namun mereka hanya menyesuaikan perilaku mereka sesuai dengan apa mereka mau dan tahu apa konsekuensi yang mungkin mereka dapatkan. Sebagai hasilnya, mereka melanggar banyak aturan sosial dan perilaku tanpa maksud atau bahkan pengetahuan bahwa mereka melakukannya dan membawa mereka untuk membuat kesalahan yang sama lagi dan lagi dengan pelanggaran sosial yang luar biasa. Kurangnya kesadaran dari kurikulum tersembunyi juga bisa menjadi kontributor besar tingkat stress bagi siswa, yang dapat mempengaruhi keterbatasan perhatian dalam belajar. Dari sini lah kurikulum berbasis pengalaman dengan pembiasaan menjadi sangat penting untuk karakter siswa di Indonesia. Mengingat sudah banyak sekali kita temukan beberapa kenakalan anak dan remaja baik di dalam maupun di luar kelas. Mencontek, menjadi juara kelas, sikap terhadap teman dan guru, mengerjakan pekerjaan rumah, mencari strategi belajar yang terbaik buat dirinya dan lain-lain adalah beberapa jenis pengalaman peserta didik yang merupakan reaksi dari kurikulum sekolah yang berlaku saat ini.

Hidden-Curriculum-580x324

Pendidikan kurikulum berbasis pengalaman, menurut beberapa ahli antara lain adalah:

  1. John Dewey : “pendidikan adalah proses pembentukan kecakapankecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia”.
  2. S.A. Branata : “pendidikan ialah usaha yang sengaja diadakan baik secara langsung maupun dengan cara yang tidaklangsung, untuk membantu anak dalam perkembangannya mencapai kedewasaannya”.
  3. Rousseou : “pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa anak-anak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa”.

 

Peserta didik belum sepenuhnya diajakuntuk menyelami permaasalahanpermasalahan dibalik materi pelajaran yang sedang mereka pelajari melalui pengalaman. Maka rencana pengembangan pendidikan berbasis pengalaman sebagaimana dipaparkan diatas kiranya perlu diaplikasikan secara nyata kedalam lembaga pendidikan kita.

 

Pada usia dini hingga umur sekolah dasar sikap anak sangatlah labil, penanaman sikap yang diterapkan oleh orang tuanya belum sempurna dilaksanakan oleh anak, kedisiplinan yang diberikan mungkin baru dipatuhinya ketika berada dalam lingkungan rumah atau ketika ada orang tua mereka saja. Maka untuk mencapai kedudukan itu strategi dalam mendidiknya perlu digali, secara psikologis sebenarnya anak akan lebih menerima apabila pengetahuan yang didapatnya sesuai dengan pengalamannya. Sehingga penerapan proses belajar mengajar akan lebih mengena apabila para pendidik dapat membangun pengalaman kepada siswa. Secara garis besar perkembangan emosional anak bergerak dari kedudukan kebergantungan menuju taraf kemandirian, dan dari perhatian untuk diri sendiri kearah orientasi kepada orang lain. Jadi pendidikan yang sehat adalah pendidikan yang berbasiskan  pada kondisi psikologis dan sisi pengalaman anak, yakni proses pendidikan yang dapat mengakomodasi bakat dan potensi anak, pendidikan yang tak terlepas dari dunia anak baik secarafisik maupun psikis anak. Pendidikan yang selaras dengan pengalaman akan senantiasa meningkatkan pengalaman yang melekat pada diri anak didik secara bertahap melalui periodisasi perkembangan fisik dan kondisi kejiwaan dan mental anak.

 

Kejadian akan menjadi pengalaman apabila anak mengolahnya, menghubungkannya dengan pengalaman lampau, menafsirkannya, dan mengambil kesimpulan bahwa pertengkaran itu tidak baik serta dapat menimbulkan rusaknya tali persahabatan. Dari sini improvisasi seorang pendidik agar anak dapat menentukan sikap dan menahan diri bahwasannya pertengkaran bukanlah jalan terbaik untuk menyelesaikan permasalahan, dan berkat pengalaman itu ia belajar dan tingkah lakunya berubah, artinya bahwa ia dapat bertindak lebih efektif dan serasi dalam menghadapi situasi-situasi hidupnya.

Berdasarkan uraian tersebut, pendidikan berbasis pengalaman memiliki pengertian bahwa belajar akan mencapai tujuan apabila diilustrasikan dengan berbagai kejadian nyata dan dengan keterlibatan secara menyeluruh yang sesuai dengan aktivitas anak itu sendiri. Membangun inisiatif dari dalam diri peserta didik adalah cara yang paling efektif untuk menghantarkan keberhasilan mereka menuju kedewasaan, mengeksplorasi berbagai potensi, reaktif terhadap perubahan, tumbuhannya sikap positif, dan lain sebagainya. Karena proses belajar adalah berpikir, berbuat, bergerak, dan memperkaya pengalaman.

8583941_orig

Oleh karena itu, perubahan dalam proses pembelajaran terhadap anak sebagaimana yang telah disebutkan diatas tadi adalah mutlak diperlukan. Belajar akan memberi hasil yang sebaik-baiknya apabila didasarkan pada pengalaman, dimana pengalaman adalah suatu interaksi, yakni aksi dan reaksi antara individu dengan lingkungan. Di luar proses dalam memperoleh pengetahuan dan belajar mengajar, individu juga mengalami pengaruh lingkungan, jadi ada aksi dari lingkungan terhadap individu, dan sebaliknya individu juga bereaksi terhadap pengaruh lingkungan tersebut.

Untuk mengantisipasi hal-hal yang buruk pada diri anak nantinya, kita perlu membekalinya dengan pendidikan maupun pengetahuan yang berdasarkan pada pengalaman peserta didik dengan pembiasaan dengan harapan agar anak berbuat sesuatu dengan mempertimbangkan, mengolah, dan memikirkan secara seksama pengaruh lingkungan.

 

By :
Ferdinal Lafendry
Great Teacher Trainer
Assesor Pedagogis Gerakan Indonesia Mengajar

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *