“Guru Terbaik Melahirkan Siswa Yang Berkarakter SuksesMulia”
Oleh : Ferdinal lafendry
Sampai saat ini pendidikan di Indonesia masih belum memberikan andil besar bagi kehidupan bangsa. Salah satu faktor rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia adalah lemahnya para guru dalam menggali potensi anak. Para pendidik seringkali memaksakan kehendaknya tanpa pernah memperhatikan kebutuhan, minat dan bakat yang dimiliki siswanya. Di sisi lain, kelemahan sebagian para pendidik di negeri ini, mereka tidak pernah menggali masalah dan potensi para siswa. Sejatinya, pendidikan lebih memperhatikan kebutuhan anak, bukan memaksakan sesuatu yang membuat anak kurang nyaman dalam melakukan aktivitas belajar di sekolah. Proses pendidikan yang baik adalah dengan memberikan kesempatan pada anak untuk kreatif. Kreatifitas tidak mungkin diraih oleh anak didik, apabila guru yang mengajarnya tidak kreatif.
Dari konteks tersebut dapat dilihat bahwa permasalahan utama terletak pada kualitas Sumber daya manusia atau kualitas guru dalam berbagai level pendidikan. Salah satu faktor utama yang menentukan mutu pendidikan adalah guru. Rendahnya kualitas guru di semua jenjang pendidikan adalah akar penyebab kesulitan peningkatan pendidikan. Kata kunci kemajuan pendidikan adalah kualitas gurunya karena guru terbaik akan melahirkan anak-anak yang hebat. Gurulah yang memiliki tanggung jawab dan berada di garda terdepan dalam menciptakan sumber daya tersebut.
Alasan utama penciptaan generasi hebat berada ditangan guru, karena guru yang berhadapan lansung dengan para peserta didik di kelas melalui proses belajar mengajar. Ditangan gurulah akan dihasilkan peserta didik yang berkualitas, baik secara akademis, skill, kematangan emosional dan moral spiritual.
Apabila menelaah dunia pendidikan saat ini, nampaknya bangsa ini sering disuguhkan oleh tindakan-tindakan yang bersifat tidak bermoral dari anak-anak didik. Mulai tawuran antaranak-anak didik sampai perilaku seksualitas. Bahkan, belum lama ini Indonesia dihebohkan dengan berita sex pasca melakukan Ujian Nasional (UN). Kondisi ini tentu merupakan pukulan telak bagi dunia pendidikan di Indonesia. Pendidikan yang sejatinya menciptakan generasi penerus bangsa yang memiliki kepribadian baik, justru melahirkan generasi penerus yang minim secara moral. Tidak mungkin pendidikan sebuah bangsa menjadi baik, jika generasi penerusnya memiliki moralitas buruk.
Guru sebagai salah satu komponen dalam pendidikan, memberi andil yang besar dalam peningkatan kualitas pendidikan. Indra Jati Sidi mengemukakan, bahwa berdasarkan hasil studi di Negara-negara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa sebesar 36% selanjutnya manajemen 23% waktu belajar 22% dan sarana fisik 19 %. Dari hasil penelitian ini guru merupakan faktor yang dominan dalam menentukan prestasi belajar murid, dengan hasil penelitian ini menunjukan bahwa peran guru sangat penting dan dominan dalam kualitas hasil belajar murid. Berarti jika guru memenuhi kualifikasi dan kompetensi maka dapat melahirkan siswa berkualitas, maka perbaikan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan bila tidak didukung oleh guru yang kompeten dan berkualitas.
Hasil survey yang dilakukan oleh Mailing research Education pada Februari 2006 terhadap siswa-siswi SD, SMP dan SMA bahwa pelajaran yang sulit bagi siswa adalah Matematika dan Bahasa Inggris, namun hal ini ternyata bukan karena faktor bidang studinya yang sulit dipahami (20% – 30%) akan tetapi lebih kepada faktor guru dalam penyampaian materinya (70% – 80%). Maka disini dibutuhkan guru yang kreatif dan interaktif dalam mengajar menggunakan metode-metode mutakhir dalam dunia pendidikan salah satunya adalah menggunakan strategi active learning. Dalam sterategi ini, siswa diberikan kesempatan untuk melakukan berbagai macam aktivitas dalam pembelajaran apapun, seperti dengan bermain, menari, berolahraga, dramatisasi, gerak tangan dan kaki, kerja kelompok, studi kasus , saling mengajar. Apapun yang merupakan aktivitas positif dapat diterapkan dengan menggunakan strategi active learning. Di sisi lain sterategi ini dapat menjadikan siswa kreatif dalam pembelajaran dan pengalaman belajar baru serta tidak mudah lupa daam menyerap materi pelajaran.
Oleh karena itu diperlukan sosok guru yang mempunyai kualifikasi, kompetensi, dedikasi yang tinggi dalam menjalankan tugas profesionalnya. Guru yang menjiwai pekerjaannya pasti merasa gembira, bergairah dalam melaksanakan tugasnya dan menjadikan pekerjaan yang dilakukannya sebagai bentuk Ibadah kepada Tuhan. Konsekuensinya, melahirkan sikap penuh semangat dalam mengajar, berangkat ke sekolah tepat waktu, menyiapkan rencana pembelajaran yang kreatif, ramah dengan anak-anak. Implikasi dari sikap tersebut adalah guru akan disenangi oleh siswanya, disenangi oleh orang tuamurid, dipertahankan oleh yayasan karena takut akan kehilangan aset terbaiknya. Tidak menutup kemungkinan, guru seperti itu akan dikirim untuk menjadi guru teladan, menjadi trainer bagi guru-guru, bahkan diangkat menjadi konsultan buat guru-guru yang lain.
Kualitas sekolah sangat ditentukan oleh kualitas gurunya, Great School = Great Teacher. Betapa pentingya menjadi guru terbaik karena dampak atau maslahatnya tidak hanya untuk dirinya tapi untuk semua stake holder yang ada disekolah, bahkan dapat memiliki andil besar untuk memajukan bangsa dan mewujudkan sebuah peradaban suksesmulia. Namun dalam konteks kekinian tidak sedikit guru yang mengajar apa adanya hanya sekedar menjalankan kewajiban, hanya sekedar memenuhi rutinitas, tidak enjoy dalam melaksanakan tugasnya. Bahkan, ada pula yang mengajar 10 tahun tapi tdk semangat, akibatnya siswa jenuh dan bosan, karena cara penyampaian dalam pembelajarannya tidak kreatif, monoton. Dampaknya, guru seperti ini tidak disenangi oleh siswa karena mengajarnya, dikomplain orang tua, gagal dalam mengajar yang pada akhirnya siswa jeniuh dan bosan dengan proses kegiatan belajar sehingga tidak dapat melejitkan potensi siswa. Ketika potensi siswa tidak mampu dimunculkan oleh guru, maka dapat melahirkan siswa yang bosan untuk belajar di sekolah dan lebih senang menghabiskan waktu untuk melakukan tindakan-tindakan negatif, termasuk di dalam adalah tawuran antarpelajar.
Prinsip yang harus dimiliki oleh guru adalah bahwa setiap anak adalah cerdas, tidak ada siswa yang bodoh, semuanya memiliki potensi maka tugas guru adalah mencari menemukan dan mengembangkan potensi-potensi tersebut. Sehingga mampu membawa mereka untuk meraih kesuksesan di masa depannya. Menghantarkan siswa untuk bisa menghadapi masa depannya dengan sukses dan juga mulia. Kesuksesan anak didiknya dalam mencapai cita-citanya adalah kebahagiaan yang tak terhingga bagi seorang guru yang tak bisa dihargai berapapun.
Setiap siswa mempunyai tombol yang apabila disentuh dengan cara dan waktu yang tepat maka akan melejitkan kejeniusan yang ada dalam dirinya. Di sini guru dituntut untuk mencari tombol tersebut dan menekannya disaat yang tepat. Tetapi, mustahil bisa dilakukan oleh guru, selama dalam mengajar anak-anak didiknya tidak mampu untuk menjadi guru terbaik. Sebab hanya guru terbaik yang tahu dan paham kapan tombol diaktifkan.
Dewasa ini banyak lembaga pendidikan yang telah memiliki kesadaran bahwa proses pembelajaran semestinya tidak hanya berupaya untuk meningkatkan kecerdasan IQ semata, melainkan juga untuk meningkatkan berbagai kecerdasan lain yang dimiliki individu. Pembelajaran yang diarahkan untuk meningkatkan IQ semata, hanya menjadikan anak-anak didik di sekolah piawai dalam aspek kognitif, tetapi tidak dalam aspek kecerdasan lainnya. Padahal kecerdasan yang lain pun, seperti kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual diperlukan pula dalam meningkatkan kualitas anak-anak didik.
Terjadinya persoalan-persoalan pendidikan pada bangsa ini, boleh jadi karena bersumber dari tidak tepatnya pembelajaran di sekolah yang hanya mementingkan pengembangan kognitif daripada pengamalan nilai dan pembentukan moralitas. Kecenderungan seperti ini, akhirnya berimplikasi pada terjadinya krisis moral dalam dunia pendidikan.
Dalam UU Sisdiknas pasal 1 ayat 1 ditegaskan bahwa Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya agar memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
UU tersebut senada dengan yang dikatakan oleh Ki Hajar Dewantara, bahwa Pendidikan umumnya berarti daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual dan tubuh anak). Dalam Taman Siswa tidak boleh dipisahkan bagian-bagian itu agar supaya kita memajukan kesempurnaan hidup, kehidupan, dan penghidupan anak-anak yang didik, selaras dengan dunianya.
Tujuan pendidikan sebagaimana tertuang dalam UU Sisdiknas tersebut akan dapat tercapai apabila didukung dengan:
- Program-program pendidikan/kurikulum yang berbasis kompetensi dan karakter. Jika diperhatikan selama ini kurikulum yang diajarkan di sekolah-sekolah pada umumnya lebih diarahkan pada pembentukan aspek kognitif. Salah satu contohnya adalah pada pembelajaran agama Islam. Misalnya, ketika membahas shalat. Pada umumnya para guru agama hanya mengajarkan hafalan-hafalan bacaan-bacaan shalat, tetapi tidak masuk pada ranah pembentukan karakter dari shalat, yaitu membentuk pribadi untuk menjauhkan diri dari setiap kegiatan-kegiatan yang tidak terpuji (munkar), seperti tawuran, mencontek pada waktu ujian dan sebagainya. Apabila pembelajaran yang dilakukan di sekolah selalu dikaitkan dengan pembentukan karakter, maka akan menghasilkan anak-anak didik yang tidak piawai dalam aspek kognitif, tetapi juga baik secara moralitas. Aspek kognitif dan moralitas (karakter) adalah aspek-aspek yang harus selalu ditumbuhkan secara bersama, tidak dipisah-pisahkan. Artinya, keduanya menjadi perangkai untuk menghasilkan anak-anak didik yang memiliki kualitas baik, sesuai dengan UU Sisdiknas pasal 1 ayai 1.
- Guru-guru memiliki motivasi tinggi dan berkualitas dalam hal ilmu dan keterampilan dalam menyampaikan materinya dengan metode-metode yang konstruktif dalam mendesign proses pembelajaran. Menjadi guru yang memiliki motivasi tinggi dan berkualitas tidaklah mudah. Namun bukan hal yang tidak mungkin untuk diwujudkan. Untuk memiliki motivasi tinggi dalam mengajar guru harus memiliki keikhlasan. Dan menjadikan guru sebagai profesi yang benar-benar diinginkan, bukan sekedar profesi sampingan. Dengan kata lain, motivasi tinggi lahir dari sebuah keikhlasan. Sedangkan, untuk meningkatkan kualitas, setiap guru dituntut untuk selalu belajar secara terus-menerus, tidak merasa puas dengan ilmu yang sudah dimilikinya. Semakin banyak guru memperdalam keilmuan dibidangnya, maka akan semakin terampil di dalam mengajar. Keterampilan inilah yang akan mengantarkan para guru membuat metode-metode yang menarik dalam pembelajaran di dalam kelas, sehingga anak-anak didik merasa senang dalam mengikuti pelajaran yang diberikan oleh guru tersebut.
- Proses pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas di dalam kelas hanya dapat terjadi jika guru yang memberikan pembelajaran berkualitas. Kualitas seorang guru dapat dilihat dari caranya mengajar di dalam kelas. Apabila guru mengajar dengan metode yang selalu sama, menunjukkan jika guru tersebut tidak berkualitas. Dalam meningkatkan kualitas, setiap guru perlu pula untuk mengikuti pelatihan-pelatihan guru, baik yang diadakan di sekolah tempatnya mengajar maupun di luar sekolah. Dengan begitu keahlian guru dalam mengajar akan semakin terasah. Jika kualitas guru semakin terasah, maka proses pembelajaran yang berkualitas dapat diwujudkan.
- Guru-guru yang berakhlak mulia dan menjadi role model bagi siswa-siswinya. Untuk melahirkan anak-anak didik berakhlak mulia, diperlukan guru yang memiliki akhlak mulia. Karena guru yang memiliki akhlak mulia akan menjadi contoh baik anak-anak didiknya. Di sisi lain, kualitas pendidikan akan menjadi baik, jika para gurunya benar-benar mengaktualisasikan akhlak yang baik dalam proses pembelajarannya di kelas. Dalam mewujudkan akhlak mulia, setiap guru diharuskan meniru pula pribadi-pribadi pengajar yang berakhlak mulia. Dalam Islam tentu guru yang selalu mengedepankan akhlak mulia kepada para sahabat dan umatnya adalah Muhammad SAW. Artinya, dengan meneladani manusia yang berakhlak mulia, guru dapat memiliki bekal untuk memiliki akhlak tersebut. Guru yang memiliki akhlak mulia biasa selalu santun dalam berbicara kepada anak-anak didiknya, tidak pernah meremehkannya dan selalu meyakini bahwa setiap anak didik adalah anugerah Tuhan yang harus diarahkan dan digali potensinya.
- Fasilitas dan prasarana yang mendukung untuk pencapaian pendidikan. Dalam mencapai pendidikan yang berkualitas, fasilitas dan prasarana pendidikan yang mendukung mutlak diperlukan. Tanpanya, proses pembelajaran di sekolah sulit berjalan dengan baik. fasilitas dan prasarana yang baik dapat membantu para guru untuk mengembangkan metode-metode dalam pembelajaran di kelas. Di sisi lain, fasilitas dan prasarana yang baik dapat menjadikan suasana belajar-mengajar kondusif. Suasana seperti ini mutlak diperlukan dalam proses tersebut, tanpanya proses pembelajaran menjadi terganggu. Implikasinya, sulit untuk melahirkan anak-anak didik yang berkualitas sesuai dengan amanah UU Sisdiknas pasal 1 ayat 1.
baik dan mengispirasi