Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh
Apa kabar teman-teman semua? Semoga kita semua selalu dalam kondisi yang luar biasa. Kembali lagi bertemu dengan tulisan-tulisan saya yang tidak ada hentinya menyoal tentang dunia pendidikan, teruma di Negara Indonesia tercinta ini. Melihat kembali judul tulisan di atas, dengan pengalaman dan perjuangan saya, saya mencoba menelaah profesi seorang guru dari segi finansial. Tentunya hal ini masih menjadi momok yang sangat tren bagi lulusan-lulusan sarjana pendidikan yang memang dididik dan diarahkan menjadi seorang guru. Banyak dari kita, mereka dan teman-teman yang kadang mengeluh tentang pendapatan bagi profesi guru. Mulai dari gaji/honor yang sedikit, sampai sulitnya meningkatkan jenjang karir kita menuju Pegawai Negeri Sipil (PNS). Mungkin bagi teman-teman semua yang sudah mendapatkan status PNS terlebih lagi memperoleh penghargaan sertifikasi, hal ini tidak terlalu menimbulkan problematika yang serius. Akan tetapi, kita berbicara tentang profesi guru yang masih mendapatkan gaji/honor yang bisa dibilang tidak mencukupi untuk menjalani tuntutan hidup terutama dimasa kini. Saya tidak akan berbicara nominal, karena memang sangat beragam sekali. Besar kecilnya honor pun dilandasi dari pendapatan yayasan atau kebijakan petinggi sekolah.
Satu, dua, tiga sampai tak terhitung lagi para lulusan sarjana pendidikan yang banting setir memilih profesi lain dibanding menjadi seorang guru. Salahkah mereka? Tidak juga. Diluar gelar, latar belakang pendidikan (S.Pd) dan pengabdian kepada negara, kita membutuhkan sesuatu untuk tetap bertahan hidup. Saya percaya dalam hati teman-teman yang banting setir itu pun sesungguhnya sangat berat meninggalkan profesi guru mereka. Mulai dari berat meninggalkan anak-anak didik sampai berat karena merasakan gelar terhormat bekal untuk mengabdi negara akhirnya terkesan sia-sia.
Lalu, bagaimana agar kita tidak merasakan semua hal itu tanpa harus meninggalkan profesi terhormat dan mulia ini? Jawaban yang paling mendasar sebenarnya ada di dalam diri kita masing-masing. Maukah kita upgrade diri kita? Ada yang kurang kah dari diri kita? Oke, mari saya coba membahas suatu hal dari materi pelatihan saya “How To Be A Great Teacher”.
Di dalam materi tersebut, saya menjelaskan bahwa setiap manusia sangat berkemungkinan mempunyai multiple intellegences atau sederhananya, kecerdasan lebih dari satu. Ada yang bernama cerdas logika, cerdas linguistic, cerdas kinestetik, dan lain-lain. Dimateri tersebut, saya membahas bagaimana kita mencari potensi multiple intellegences pada siswa untuk melejitkan hal itu agar menjadi luar biasa. Perlu dicatat, multiple intellegences tidak hanya didapatkan dan bisa dicari dari anak-anak peserta didik, semua manusia jika mau mencari dan berlatih, pasti punya hal itu, tidak terkecuali seorang guru.
Kita ambil contoh salah satunya, cerdas linguistik (bahasa). Berbahasa yang baik dan sistematis tentunya sangat diperlukan bagi seorang yang berprofesi sebagai guru. Sangat disayangkan jika kita hanya menggunakannya didalam kelas dan saat berperan menjadi seorang guru saja. Mengapa saya bisa berkata demikian?. Kembali lagi pada kalimat saya diatas “Maukah kita upgrade diri kita? Ada yang kurang kah dari diri kita?” . Ya! Seorang dengan cerdas linguistic (bahasa) sangat amat memungkinkan untuk menjadi seorang penulis, motivator, trainer atau mungkin berpolitik. Menjadi penulis contohnya, kita ambil salah satu manusia hebat dibidang pendidikan yang juga guru saya, Bapak Munif Chatib. Kita sama-sama mengetahui beliau sudah banyak sekali menulis dan menerbitkan buku yang berisi tentang pengalamannya dalam membangun bangsa ini dari bidang pendidikan. Dari hal itu, beliau sering sekali dipanggil untuk menjadi narasumber dan pembicara yang tentunya meningkatkan pendapatan beliau. Terlalu ngeri kah kita jika menjadikan Bapak Munif sebagai pembanding kita? Tidak sama sekali!. Karena multiple intellegences telah ada didalam diri kita jika kita mau mencari dan melatihnya. Apakah Leonell Messi harus mengeluarkan uang banyak untuk menjadi sehebat sekarang? Tidak kan? Messi berasal dari keluarga yang biasa saja, tapi dia mempunyai multiple intellegences yang berupa cerdas kinestetik yang terus menerus dia latih sampai detik ini.
Disaat rutinitas kita mencari potensi anak didik kita, bolehlah kita sekali-kali mencari potensi diri kita sendiri yang bisa melejit pula. So, cerdas finansial bagi seorang guru bukanlah sesuatu hal yang mustahil. Asah potensi diri anda masing-masing bersama para pembimbing dan idola anda masing-masing. Sebagai sedikit saran, menulis dan menjadi seorang trainer/motivator/pembicara adalah hal yang sangat memungkinkan bagi seorang guru untuk menambah pundi-pundi kita. Perbanyak mengikuti seminar, pelatihan, bergabung dengan komunitas bisa menambah skill kita untuk meraih hal tersebut.
Tulisan ini merupakan murni pendapat saya pribadi berdasarkan pengalaman dan pertemuan dengan orang-orang hebat yang pernah membimbing dan mengajak saya selama ini untuk terus mengasah kecerdasan-kecerdasan lain yang berpotensi menghidupi kita. Salam … .
By : Ferdinal Lafendry
Leave a Reply